Sabtu, 20 November 2010

Short Play : Semangat Lansia Takkunjung Padam

Hj. Nurhayati Yasin Limpo
(Ketua Himpunan Lansia Sayang Bunda)


ADEGAN I


 







DAENG PUJI : (MEMANGGIL) Rannu. Rannu.

RANNU : Iye’, Amma. (MENJAWAB DARI DALAM DENGAN SUARA     KERAS)

DAENG PUJI : Apa undanganny sudah selesai semua ? Maksudku sudah di   edarkan semuanya?

RANNU : Sudah Ma’, kecuali Daeng Kebo, yang belum saya antarkan.

DAENG PUJI : E-e,  Kau ini. (BICARA SENDIRI) Anak-anak sekarang, suka menunda-nunda pekerjaan.

RANNU : Sabar Ma’, jangan khawatir, rumah Daeng Kebo tidak jauh dari sini, ma’

DAENG PUJI : Itu kesalah besar. Suatu pekerjaan, akan menjadi ringan kalau dimulai dari yang mudah. Tapi kau justeru sebaliknya.

RANNU : (DENGAN NADA MEMBUJUK) Iye, Rannu, mengerti, sangat mengerti Amma, sayang.

DAENG PUJI : Mengerti bagaimana ?

RANNU : Mengerti, Kalau Ibunda Daeng Puji pasti bersedih bila Daeng Kebo,tidak hadir diacara pertemuan.






DAENG PUJI : Pintar berkata-kata, tapi kurang mahir dalam bekerja

RANNU : (MUNCUL DARI DALAM . . . . . ) Saya kesana dulu Ma’.

DAENG PUJI : E, Tunggu.

RANNU : Apa lagi Ma’?

DAENG PUJI : Dapurmu ?

RANNU : Sudah saya kelilingi berkali-kali. Aman. Saya ke Deng Kebo dulu. Ma’ (KELUAR)

DENG PUJI : Secepatnya kau kembali kesini, jangan lagi sampai kau menginap. (BICARA SENDIRI) Lihatlah anakku itu. Ia sudah gadis, tapi bicaranya sedikit belum dewasa. Masa ada dapur yang dikelilingi berkali-kali ? tapi itu aku maklumi.Dan aku berharap, sekali waktu ia akan mengatakan : “sudah aku kelilingi dapur tujuh kali”. Sebab dengan kata Itu, adalah pertanda kalau seseorang sudah dewasa. Artinya bahwa ia sudah mampu mandiri.Sudah ada harapan untuk menjadi manusia. Menjadi hamba Allah yang memiliki rasa tanggungjawab. . . . Semoga Engkau mendengar ocehanku ini ya Allah.

ADEGAN II









DAENG JINTU : Assalamu’ alaikum. (BECELANA JEAN SEOLAH TAKPERNAH DICUCI, KEMEJA LENGAN PANJANG SEPARUH GULUNG, TERDAPAT BERCAK DARAH KERING)

DAENG PUJI : Wa’alaikum mussalam. Siapa ?

DAENG JINTU  : Daeng pasti sudah lupa pada saya.

DAENG PUJI : Betul, saya betul tidak ingat.

DAENG JINTU : Saya adalah orang yang Daeng selamatkan dari kesensaraan, tatkala kedua orang tuaku meninggal di atas kapal Tampomas Dua.

DAENG PUJI : Astaga, kau Jintu ? (BERPELUKAN) Dari mana saja kau selama ini ?

DAENG JINTU : Ceritanya Panjang Daeng.

DAENG PUJI : Sungguh, saya kira kau itu sudah lama tiada. Sebab ketika kau menghilang dari rumah ini, orang-orang tua kami, bahkan semua warga di kampung ini  menjadi putus asa lantaran gagal menemukan keberadaanmu.  Apa lagi ada berita, kalau seorang anak perempuan ditemukan mayatnya di tengah rimbunan pohon nipa di sungai Tallo.

DAENG JINTU  : Saya mohon dimaafkan Daeng, kalau selama itu saya tidak memberi khabar. Maklum waktu itu, boleh dikata saya masih kanak-kanak. (POUSE, DALAM KESEDIHAN) Kukatakan bahwa ternyata orang yang merampas saya dari rumah ini, adalah pamanku sendiri. Waktu itu Beliau langsung membaw aku pergi menyeberang lautan. Dan dengan seluruh kasih sayangnya, beliau membimbing aku kemenakannya,dengan harapan agar aku bisa menjadi manusia. Sebelum meninggal, pamanku itu berpesan : kelak setelah dewasa, agar berterimakasih kepada segenap orang yang telah memberikan pertolongannya. Karena itulah, aku datang di rumah ini, untuk menyatakan terima kasihku yang takterhingga kepada Daeng,dan kepada segenap keluaga Daeng.
(SUARA KOOR TERDENGAR DARI LUAR MENYANYIKANAN LAGU “MA'RENCONG-RENCONG”)


ADEGAN III


(SEKELOMPOK WANITA TERMASUK RANNU MENYERBU MASUK RUANGAN DENGAN PENUH RASA SUKA CITA . . . .

DAENG PUJI : (MENGATASI SUARA KOOR) E, Rannu!. Kau apakan lagi Ibu-ibu sampai datang  bergerombol seperti taman kanak-kanak.

RANNU : Saya sendiri bingung Amma’. Sebab ketika sampai di rumah Daeng Kebo untuk menyerahkan undangannya,Ibu-ibu sudah pada kumpul. Tabe (MENGAMBIL TIKAR DAN MENGGELAR DI ATAS TRAP TEMPAT DUDUK  PARA UNDANGAN)

DAENG KEBO' : (MASIH DI AMBANG PINTU) : Daeng Puji, begitu cintanya kami pada Daeng, diam-diam kami sepakat untuk memberi kejutan pada acara pertemuan hari ini.

DG. BOLLO : Artinya, acara pertemuan ditambah kejutan, sama dengan  (PARA LANSIA SEREMPAK MENYANYIKAN LAGU PANJANG UMUR)

DAENG PUJI : Stop. Diaam. Tidak ada suara.  (SUASA DIAM. MENGAMATI WAJAH PARA UNDANGAN BAGAI MENGINSPEKSI BARISAN) Maaf, silahkan duduk ibu-ibuku yang tercinta. (PARA IBU MENUJU TIKAR YANG SUDAH TERGELAR)+(KEPADA JINTU) Beginilah, Jintu.  Bila rasa rindu itu datang menggoda, kami para lansia spontan datang atau mendatangi rumah yang bersangkutan untuk Silaturrahim. (TAMU TAMPAK BERBISIK) Ibu-ibu tidak perlu bisik-bisik, sekarang jaman keterbukaan. Tetapi awas jangan sembarang yang dibuka. (PARA HADIRIN MEMERIKSA DIRI MASING-MASING KALAU-KALAU ADA BENDA TERLARANG YANG NONGOL) Nah, Bicaralah dengan suara keras dan kalau perlu dengan lantang.

DG. BOLLO : Edede, datangiseng koro-koroanna. (IBU-IBU PADA TERTAWA)

DAENG PUJI : Siapa yang tidak koro-koroang kalau semula pertemuan ini diharapkan lues, tiba-tiba saja jadi kaku.

DG. TI’NO’ : Itu Cuma perasaanta Daeng Puji. Terus terang kami terheran-heran melihat  penampilan Daeng ibu. (KEPADA JINTU YANG BERKOSTUM LELAKI) karenanya kami berbisik-bisik.

DG. BOLLO : Sekadar ingintahu, bicitu.

DAENG PUJI : Dan ibu-ibu akan bertambah heran kalau aku katakan bahwa ia, Jintu, adalah saudara saya. Saudara saya yang hilang selama 30 tahun lamanya.Itu yang saya tahu persis, dan selebihnya biarlah yang  bersangkutan bercerita kepada kita semua. (MENGGABUNGKAN DIRI DI TENGAH IBU-IBU)



DG. JINTU : 30 tahun yang lampau. Didepan mata sendiri, aku menyaksikan kedua orang tuaku lenyap oleh kobaran api Tampomas, yang terbakar.Sesaat sebelum kapal tenggelam kedasar laut, tiba-tiba seorang lelaki yang tak kukenal, menyeret aku terjun kedalam laut yang bergolak. Lalu aku dinaikkan keatas kapal penyelamat K.M. Sangihe. Sore hari Kapal penyelamat yang kami tumpangi, merapat di pelabuhan Samudera Makassar. Dan tatkala penumpang naas turun ke dermaga, barangkali hanya aku yang takpunya keluarga yang datang menjemput. Tanpa sadar saya memisahkan dari kerumunan orang banyak dan terus berjalan mengikuti langkahnya kaki ini. (TERHARU MENGELUS KAKINYA) Tampomas. Betapa pilu dan menyayat kepergianmu.Perlahan kau menuju dasar laut bersama kedua orang tuaku. Orang-orang yang telah berjuang menyelamatkan jiwanya dari maut, tak bisa berbuat banyak. Kecuali berdo’a  (TAKMAMPU MELANJUTKAN KISAH PERISTIWA)

DAENG PUJI : (BANGKIT MENDEKAP JINNE) Aku temukan ia seorang diri dipinggir pantai Losari.Menangis menghadap laut. Tapi tidak begitu lama tinggal di rumah ini, tiba-tiba ia menghilang.

DG. TI’NO : Lantas bagaimana sampai Daeng Jintu, kembali mendapatkan rumah ini ?

DAENG PUJI : Justeru itu juga yang saya ingin pertanyakanan kepada Daeng jintu.

DG. JINTU : Hampir sebulan saya berada di Makassar, setelah mengabdikan diri sebagai relawan letusan Gunung Merapi, Jawa Tengah. Musibah Sunami, di Mentawai, dan terahir saya datangi Wasior, Irian Barat. Saya bertekad untuk tidak meninggalkan Makassar, sebelum menemukan sudaraku  Daeng Puji. Alhamdulillah, Tuhan telah mempertemukan saya dengan beliau di rumah ini.  Saya mendapat pengalaman besar, dan pelajaran yang takternilai dari Daeng Puji. Saya pinjam semangat dan jiwa kemanusiaannya yang takt dapat kulupakan, demi menolong orang-orang yang dilanda penderitaan di negeri ini. Karena itu ibu-ibu, jangan heran melihat saya berpakaian seperti ini. Demi rasa syukur saya kepada Tuhan, dan terima kasihku kepada Daeng, (KEPADA DAENG PUJI) Maka terimalah saya sebagaimana adanya. Apalah artinya hidup ini jika tidak mampu menjadi rahmat bagi segenap insan, terutama kepada sesama manusia, alam dan segenap kehidupan lainnya.

DAENG PUJI : Maaf, saya memotong.Mendengar pengalaman hidup Daeng Jintu,sesungguhnya Inilah “Inti” undangan yang saya ingin bicarakan kepada Ibu-ibu. Kita sebagai Mahluk Allah yang di takdirkan sebagai perempuan dan menjadi tua, haram menjadi mahluk ronsokan, yang disimpan dekat dapur, dengan alasan supaya tenang menikmati hari tu. (BERSEMANGAT) Kita harus mampu memerangi bayang-bayang ketidak berdayaan. Umur bisa tua dan jangan takut,  karena jiwa dan semangat kita masih menyala-nyala, masih menggelora sebagaimana ombak Losari yang membanting pantai. (TAMPAK KEHABIASAN NAFAS..........)

DG. BOLLO  : (BANGKIT MERANGKUL DG. PUJI YANG HAMPIR KEHABISAN TENAGA)  Sadarki daeng, jangan terlalu bersemangat. Ingat tekanan darah orang seperti kita ini, bisa naik dan berpotensi sunami.

DAENG PUJI : (SADAR DAN KEMBALI BERSEMANGAT) Semangatku tidak ada hubungannya dengan tekanan darah. Yang ada adalah niat dan harapan untuk mengajak ibu-ibu menjadi orang sadar. Sadar untuk tidak menggantungkan diri kepada siapa-siapa.Sadar untuk tidak keasyikan duduk di jendela menyaksikan kesibukan orang lain. Kita harus sadar, sesadar-sadarnya untuk memberi arti hidup ini, kapan dan dimanapun.(SEJENAK MENGAMBIL NAFAS LALU MENGARAHKAN PANDANGANNYA KEPADA DAENG JINTU) Bagaimana menurutmu, Jintu ?

DG. JINTU : Betul daeng. Karena orang yang tidak memiliki kesadara,dapat dikatakan, sampah. Orang yang tidak berbudaya.

RANNU : (MEMBUNYIKAN KODE) Tante Jintu, saya mau bertanya :  apakah sesungguhnya yang dimaksud “sadar” atau kesadaran ?

DG. JINTU : Begini, saya mau dulu balik bertanya. Siapakah yang memliki kesadaran ?

RANNU : Menurut pendapat saya, manusia.

DG. JINTU : Betul. Manusia. Manusia yang berjiwa. (KEMBALI BERTANYA) Sadar akan apa ?

RANNU : Sadar akan sekelilingnya, sadar terhadap diri sendiri. Sebagai anak, sebagai guru, sebagai pemimpin, sebagai pemerintah dan lain-lain.

DG. JINTU : Jawabanmu membuktikan bahwa engkau adalah : anak manusia yang berbudaya. Tante percaya bahwa orang sepertimu tidak sembarang bertindak, sebab dalam dirimu pasti bermukim cinta kasih yang tulus, untuk berbuat kebaikan terhadap siapa dan apapun.

DG. KEBO' : Terus terang tanpa embel-embel.  Mendengar pembicaraan semacam ini, tiba-tiba pikiran saya jadi terbuka, ternyata saya ini orang ketinggalan kodong.

DG. BOLLO : Elele.. Bilammako terus terang, Dompalakka.

DG. KEBO' : Yah… kira-kira begitulah. (TIBA-TIBA RUANGAN JADI GEMURUH OLEH SUARA TAWA......)

DG. JINTU : Ibu-ibu, tidak ada orang yang ketinggalan dan tidak ada yang dompala’ selama orang itu sadar untuk meninggalkan  kelemahan atau kekurangannya.

DG. KEBO' : Tapi dengan cara bagaimana ?

DG. JINTU : Ya, tentu dengan belajar. Membaca dan membaca. Mendengarkan berita di radio, dan buang kebiasaan menonton sinetron, yang tidak ada manfaatnya.

DG. TI’NO’: Saya juga mau bicara. Begini, saya adalah ibu rumah tangga yang setia mengurusi keperluan anak, kemenakan, menantu, suami dan lain-lain. Nah bagaimana saya bisa punya waktu untuk membaca ?

DG. BOLLO : Edede….  Memang susah, karena Daeng Ti’no’ sendiri yang mau diperbudak pekerjaan.

DG. TI’NO’ : Saya mau bagaimana lagi ?Cucuku-semakin lama semakin bertambah.

DG. BOLLO : Makanya sadarlah, sekali lagi sadarlah Daeng Ti’no’. Bekerjalah dengan
pantas. Katanya ada anak. Ada kemakan, tambah menantu.Apa kerjanya mereka ? cuma ongkang-ongkang kaki ? Suruh juga mereka kerja. Kalau perlu mita tolong juga sama suami, habis perkara. Pahammi?

DG. TI’NO’ : (TIDAK TERIMA) Maksud Daeng Bollo, menyuruh saya bertengkar dengan segenap keluargaku ?  E ce-ce-ce-ce, porena
.
DAENG PUJI : (MELERAI) E Deng Ti’no’, jangan salah faham.  Maksud Deng Bollo, ialah : Keluarga dalam satu rumah tangga itu, harus masing-masing memiliki kesadaran. Harus ada saling pengertian satu sama lainnya.Terutama anak,cintai orang tuamu, sayangi ibumu, meskipun sudah di liang ubur.Sebab dengan begitu, derajatmu akan terangkat dan mulia Disisi Allah sebagai hambaNya.

RANNU : Tanpa ibu katakan, Sejak dulu sudah saya sadari.

DG. BOLLO : (TIBA-TIBA MENANGIS DAN IBU-IBU JADI KEBINGUNGAN)

DAENG PUJI : Sembarangan. Ada apa sampai menangis ?

DG. BOLLO : Saya adalah orang tua yang beruntung, tetapi sekaligus menjadi orang yang merugi.

DAENG KEBO’ : Kenapa bisa Deng Bollo ?

DG. BOLLO : Ternyata selama ini, saya termasuk orang yang tidak punya kesadaran, yang tahunya cuma duduk seharian di jendela.

DG. KEBO’ : Yang penting tidak hinggap di jendela Daeng, seperti burung kakatua.

DG. BOLLO : ( MENAMBAH KENCANG SUARA TANGISNYA ) Andai tidak diundang kerumah ini, pikiran saya pasti menjadi buntu terus-terusan.

DG. TI’NO’ : (GAYA YANG DIBUAT-BUAT) Ah. Tidak mungkin

DG. BOLLO : Kenapa tidak. Saya sediri yang mengalaminya. Sayalah  orang tua yang dilarang banya bergerak, dilarang banyak berjalan, katanya nanti jatuh. Tapi mungkin ini salah saya juga, karena saya termasuk orang manja  yang selalu menggantungkan diri pada orang lain. (TERUS MENANGIS..........)

DG. I. : Sudahlah DG. Bollo. Jangan terlalu bersedih. Andaikata menengis itu enak, Tidak ada orang yang bisa mengelahkan saya dalam soal menangis.

DG. II. : (MENYINDIR) Susah,  kalau orang tidak dapat merasakan perasaan orang lain. Saya tidak membela DG. Bollo, tapi cobalah pinjam  perasaannya, rasa penyesalan yang mendobrak-dobrak dihati. Saya yakin, kita juga akan mengalami situasi seperti Daeng Bollo.

DG. III.: Daeng sendiri bagaimana ?

DG. II. : Saya cukup merasakan apa yang dirasakan oleh Deng Bollo.

DG.III. : Kalau begitu kenapa tidak menangis juga, sewperti Deng Bollo.

DG. II. : (LANGSUNG MEANGKUL DENG BOLLO DAN IKUT MENANGIS)

DG. IV. : Terus terang saya kecewa berat, sungguh sangat kecewa. Semula saya kira didalam pertemuan ini, kita akan mendengarkan ceramah penyejuk hati, atau kita berbicara tentang keharmonisan didalam bermasyarakat, tapi ternyata yang kita jumpai adalah suara-suara orang menangis.

DG. I : Jangan salah faham Daeng, disaat sekarang ini memang Ibu sedang menangis.

DG. III : Apa maksudnya, diperjelas Daeng.

DG. I : Yah, lihat saja di televisi. Banjir bandang menggulung Wasior. Gunung Merapi di Jawa, meleddos. Sunami, meluluh lantakkan Mentawai. Apa Ibu Pertiwi tidak menangis ?!

DG. PUJI : Sudah. Tenang. (PARA UNDANGAN DIAM BAGAI KENA SIHIR) Suara tangis, bukanlah suara duka. Suara tangis adalah rahmat yang membangunkan kita dari tidur. Suara tangis dari orang yag bernama daeng Bollo, adalah suara tangis kesadaran. Kita yang belum menangis, mari bangkit mengasihi Ibu Pertiwi. Sebab hanya dengan cinta dan sayang, yang mempu menaklukkan kemurkaan apa saja. Semua peristiwa terjadilah, sebab ini adalah isyarat dariMu Tuhan,  agar kami tidak menjadi kepompong, yang bangga hidup di tengah lilitan benang-benang sutra yang membelenggu jiwa kami. (SUASANA FAKUM SESAAT)

DG. JINTU : (DENGAN PENUH RASA HORMAT) Maaf Daeng. Maaf Ibu-ibu, saya mohon pamit. Masih banyak tugas dan kewajiban yang harus saya selesaikan.

DG. KEBO’ : Tidak, tunggu. (KEPADA JINTU) Ini bukan tugas dan bukan kewajiban,tapi tolong penuhi hajat kami untuk memperingati hari IBU, Daeng Puji. . . (SUASANA HIKMAD SEIRING MEREDUP NYA CAHAYA LAMPU HINGGA PANGGUNG GELAP TOTAL, DAN SELESAI)






HIMPUNAN LANSIA "SAYANG BUNDA"
SULAWESI SELATAN





                                                                        PEMERAN                                                                         :

1. Hj. Husniah .....Daeng Puji
2. Hj. Hadijah Usman .....Rannu
3. Hj, Rosma. A. Mappaturung .....Daeng Jintu
4. Hj. Haerani Said .....Daeng Bollo
5. Hj. Atna .....Daeng Kebo
6. Hj. Hadjerah .....Daeng Ti’no’
7. Ibu Katarina Bachmid .....Daeng I
8. Ibu Lilik Supandi .....Daeng II
9. Ibu Gerda Rotinsului .....Daeng III
10. Hj. Tasnaeni .....Daeng IV


MAKASSAR 3 NOVEMBER 2010
Jacob Marala